Jumat, 28 November 2008

Ayah (1)

Akhir desember 2008 ini, Pulau Borneo akan kedatangan orang yang paling-paling berjasa kepada hidupku...Ya...Ke.2 orang tuaku aku undang untuk datang menengok si bungsu yang berkelana ini dan sekarang sedang mengadu nasib di bumi borneo. Sudah kusiapkan semua, sudah kupastikan tiket PP’nya, Penginapan di Hotel Berbintang, Schedule jalan-jalan, Belanja dan beli oleh2, mengunjungi sodara yang ada di Balikpapan, pokoke wes tak siapke kabeh...


Tiba-tiba aku ingin bernostalgia dengan beberapa pengalaman hidupku dengan mereka, khususnya AYAHKU......

AYAHKU, Dilahirkan dari pasangan petani di sebuah kampung bernama Lisse kecamatan Mattirosompe Kabupaten Pinrang Propinsi Sulawesi Selatang (lengkap amat ya, pake “G’ lagi dibelakangnya hihihi ciri khas orang Makassar.....Makang, Ikang, Komandang,Kewajibang). Sejak masuk sekolah menengah atas Ayahku sudah merantau dari kampungnya ke kota Makassar. Masuk kesebuah sekolah menengah milik pemerintah (Dibawah naungan Dept. Kehakiman) beliau dengan tekun rajin mengikuti pelajaran-pelajaran yang didapatnya, prinsip beliau sudah tanggung jauh dari kampung, sekalian harus sukses. Selepas lulus dari sekolah menengah atas ini, Beliau memutuskan untuk mengambil kesempatan merantau lebih jauh lagi, dan menjadi seorang ‘Pahlawan Trikora”, (walaupun hampir diwaktu yang sama, Ayahku yang hobby bermain bola juga sedang ikut seleksi masuk ke Tim Sepakbola PSM Makassar, ya jaman-jamannya Ronny Patinasarani gitu deh, kata Ayahku dia pernah bertanding melawan Almarhum Legenda sepakbola Indonesia ini ; tapi beliau lebih memilih untuk berangkat ke Papua).
Trikora adalah sebuah operasi saat Pemerintah RI membuat operasi besar-besaran untuk pembebasan Irian Barat (sekarang Irian Jaya/Papua) dari tangan Belanda dan Sekutu-sekutunya. Tapi ayahku bukan menjadi bagian dari pasukan militer pimpinan MayJend Soeharto yang ditugaskan Oleh Presidan Soekarno saat itu, tapi ayahku menjadi bagian lain operasi ini, ya istilahnya “support function” deh, jadi selain militerisasi, pemerintah RI juga mengirim beberapa tenaga Ahli disemua bidang sebagai komitmen untuk menyatukan Papua Barat saat itu sejajar dengan Propinsi-propinsi lain yang sudah menjadi bagian NKRI. Tenaga-tenaga ahli ada yang dibidang kesehatan, tranportasi, pembangunan umum, telekomunikasi dll, dan kebetuan Ayah’ku ini ditugaskan dibagian Hukum (sebuah janji pemerintah RI kepada warga papua untuk membangun disemua sektor).
So wajar aja saya dengan 4 bersaudara semua dilahirkan di Pulau paling timur Indonesia, tepatnya di kota Jayapura.

Beberapa hal yang paling kubanggakan dari Ayahku ini salah satunya adalah; Beliau itu Aktivis Masjid memang kalo soal ibadah, gak ada lawannya deh, (sampai-sampai saat aku mulai meninggalkan rumah untuk mulai berkelana bekerja pindah-pindah kota, beliau Cuma memberikan buku kecil tentang Sholat Dhuha; padahal aku berharap dibekali surat tanah warisan beliau hehehe)
Seingatku tiap masjid yang dekat dari rumah kami, Ayahku pasti jadi pengurusnya. dan entah mulai kapan aktivitas ini meningkat menjadi Imam Masjid dan Khotib/Penceramah Masjid. Awalnya Cuma menjadi Imam Pengganti, lama-lama menjadi imam tetap dimasjid itu, dan juga awalnya Cuma menjadi backup Khotib yang tidak dapat hadir akhirnya beliau juga masuk dalam Daftar Khotib/Penceramah di Departeman Agama Kota Jayapura.

Ada beberapa kejadian berharga yang kudapat baik saat menjadi Makmum’nya ketika beliau menjadi imam. Dan saat mengikuti perjalanan ceramahnya dibeberapa masjid.

Menjadi Imam :
Pernah suatu saat, ketika berangkat bareng jumatan (kebetulan dimasjid yang dekat rumah) dari rumah sampai masjid beliau diam saja, gak tau kenapa, dan saat dimasjid, maklum masih anak-anak selalu mengambil tempat paling belakang, walaupun kami datang agak awal, dan ayahku tetep konsisten mengambil tempat paling depan (fellingku sih beliau hari ini akan menjadi Imam), yup betul saja, saat penceramah selesai berkhutbah dan akan dimulai sholat jumat, suara khas “Allahu Akbar” ‘ayahku terdengar…hmm ayahku menjadi Imam.
Dan yang agak aneh hari itu, dari Rakaat pertama pada bacaan Al Fatekhah nada suaranya udah lain, agak2 mendayu dan cenderung menunjukkan aura sedih, kalo kata Titi DJ “kamu harus berlatih terus, kalo kata Indra Lesmana “saya suka karakter suara kamu, coba lagu dari genre lain”, kalo kata anang “suara kamu tidak berkerakter, kurang maksimal” Halah!!!!!
Apalagi ditambah saat rakaat terakhir beliau sujud lamaaaaaaaa buanget…aku udah gelisah aja, ada apa ini….Ayah aya naon what happen batinku!!!!
Dan yang lebih geger lagi, setelah selesai salam, beliau berdiri dengan gagahnya seperti dengan mata yang bengkak (kayaknya abis nangis), beliau berpidato singkat persis saat Will Smith mendapat piala oscar, “Mari sodara-sodaraku semua, kita berdoa bersama, khususnya Berdoa kepada ke dua orang tua kita tercinta, baik yang masih ada, maupun yang sudah mendahului kita”
Setelah itu beliau duduk lagi dan langsung tanpa membaca tahmid, tahlil dan takbir Beliau membacakan Do’a-Do’a panjang yang selalu di.koorkan AMIN oleh jamaah jumat siang itu dengan kompak, apalagi saat membacakan Doa kepada kedua orang tua ROBBIGHFIRLII WALIWAALIDAYYA WARHAMHUMAA KAMAA ROBBAYAANII SHOGHIIROO “ Ya Tuhanku, ampunilah dosaku dan dosa ayah ibuku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku sewaktu aku masih kecil ”
Dan bacaan diulang berkali-kali dengan nada penegasan dan suara sesenggukan….
Aku melihat sekeliling beberapa jamaah ada yang bingung (nah ini orang-orang yang gak khusuk ibadahnya, seperti diriku juga saat itu), ada juga jamaah yang menggerak-gerakkan kepalanya sambil mengucapkan AMIN..AMIN..AMIN YA ALLAH…
Hhhiiiiiii Ayahku siang itu bikin geger masjid…….
Setelah selesai jumatan, aku masih menunggu ayahku, kulihat dia berbincang-bincang dengan beberapa takmir masjid, kayaknya beliau diwawancarai…..
- Are You Okey Sir??
- Bagemana kabar orang tua bapak?
- Bapak sehat-sehat aja kan
- Ada apa pak, bapak gak salah makan kan
- Halah!!! Wes ah

Dalam perjalanan pulang dari masjid ke rumah, aku memang tidak mau bertanya ada apa, karena aku takut, dan ayahku.....hmmm dia diem aja selama perjalanan pulang kerumah...
Ayahku...ayahku.....


Menjadi Khotib :
Selama menjadi khotib, beliau sudah berpesan kepada panitia (Dept Agama) penentuan Khotib Sholat Jumat maupun khotib saat bulan ramadhan, beliau tidak mau ditempatkan di Masjid-Masjid High Class, alias mesjid-mesjid besar, beliau lebih suka ditempatkan di mesjid-mesjid kecil, didalam gang, dalam kampung, diatas gunung, ataupun masjid-masjid dipinggir lau kampung nelayan. Menurut beliau saat menjadi pengurus masjid (dan beliau terbiasa mengurus masjid-masjid kecil) Khotib-khotib yang sudah ditunjuk oleh Dept Agama, jarang yang hadir sesuai schedule untuk masjid-masjid kecil, tapi kalo khotib-khotib itu mendapat jatah di masjid-masjid besar, pasti on time, nah hal itulah yang membuat ayahku “dendam’ dan “bersumpah’ kalau menjadi khotib suatu saat nanti, dia hanya ingin berceramah di Masjid-masjid second city, ya agak-agak sub urban atau rural sekalipun.
Kata ayahku sih, males aja kalo khutbah dimasjid-masjid besar, apalagi kalo masjid yang banyak didatangi para pejabat, apapun topik yang dibawa kurang mengena, dibanding berceramah dimasjid-masjid kecil yang sedikit jamaahnya, kemungkinan Dakwah yang dibawakan seorang khatib Insya Allah ada manfaatnya, ya ato mungkin juga ayahku kurang pede kallli kalo ceramah didepan para pejabat dan orang-orang besar dikota itu.
Salah kebiasaan ayahku kalo mendapat jatah ceramah jumat, materi yang akan dia bawakan, pasti diprepare jauh-jauh hari, dan kebiasaannya pasti ditulis di.sebuah buku, dan pada hari H pasti beliau pulang kantor cepat, ya kira2 jam 10.30 dia udah dirumah, duduk sendiri diruang tamu, dan melakukan Gladi Bersih, ceramah sendiri...hihihi...itupun dilakukan dengan bersuara lho, jadi seakan-akan dia sudah memposisikan didepan mimbar dan menghadap jemaahnya,waw....beliau betul-betul memprepare dengan baik untuk ceramahnya. Pernah sih aku iseng-iseng nanya, kenapa sih harus mempersiapkan ceramah seriussss banget, dan beliau menjawab “Ayah kan nanti ceramah, ceramah itu sama dengan dakwah, dakwah itu sama dengan ibadah, apalagi dakwah itu menyampaikan pesan Nabi, Ayah TIDAK BOLEH salah menyampaikannya” hihihih sepakat ayahku.
Dan satu lagi, kalo beliau mau ceramah, dia selalu on time, kalo perlu lebih duluan datang daripada takmir masjid...busyett dah, pokoke persis Jenderal Tsun Tzu kalo mau berperang.
Sebuah pengalaman mengikuti ceramah beliau, adalah saat bulan Ramadhan, kebetulan beliau mendapat jatah ceramah diakhir-akhir bulan ramadhan dan tentunya dimasjid-masjid kecil. Dari siang hari beliau sudah mempersiapkan bahan pidatonya, dan setelah buka puasa kami berangkat ke TKP. Kebetulan masjidnya agak jauh dari rumah, dan masjid ini berada dilokasi kampung nelayan. Setelah memarkir mobil (dan kami harus berjalan kaki lagi kemasjid), takmir masjid sudah menjemput kami (konon katanya jarang ada khotib utusan dari Dept Agama yang ceramah disini, biasanya kalo khotib tidak datang, mereka akan langsung sholat tarweh), kami dibimbing menuju ke masjid, masjid ini berada dipinggir laut, tepatnya diatas air boooo, karena kampung nelayan yang biasanya merupakan rumah panggung, maka masjid ini bisa disebut juga masjid panggung, angin laut sepoi-sepoi dan bau air laut serta bau ikan asin yang dijemur didepan rumah warga menyambut kedatangan kami dimasjid itu.
Aku tetap mengambil tempat paling belakang, dan ayahku duduk didepan mimbar. Setelah selesai sholat isya, panitia/takmir masjid membacakan ritual seperti saldo kas masjid, jadwal buka dan imsyak, dan saat menyebutkan nama ayahku sebagai penceramah malam itu, seisi masjid (kira-kira 20 orang) memandang tajam ke ayahku dan tentunya memandangku juga, secara hanya kami berdua orang asing yang berada dimasjid itu.
So Berdakwalah Ayahku...seingatku malam itu ayahku membawa Tema Habbluminallah- Habbluminanass, intine sih menunjukkan korelasi antara hubungan sesama manusia dan hubungan antar manusia dengan Allah sang maha pencipta, kulihat yang menarik dari ceramahnya adalah ayahku selalu memberi contoh-contoh kongkrit dengan apa yang terjadi sehari-hari dikehidupan, dan yang membikin tambah menarik adalah Nada suaranya yang lantang, tegas dan peach kontrol yang selalu terjaga, saya lihat malam itu ayahku mampu membius warga kampung nelayan itu, sampe-sampe salah satu warga yang berada disampingku berbisik “wah...wah...baru kali ini kami dapat khotib yang bagus”....Ceileh..suit...siut..... Ayahku tea !!!!!!
Ayahku juga yang menjadi Imam sholat taraweh malam itu, dan saat kami pulang, kami diantar oleh takmir masjid sampai diparkiran mobil yang jauhhhhh dari masjid, saat ayahku mau naik mobil kulihat takmir mesjid itu menyelipkan amplop putih ditangan ayahku sambil berjabat tangan...dan apa yang terjadi, kulihat senyum menyembul dari bibir ayahku, dia menerima amplop itu dengan baik, dan kulihat lagi ayahku tambah tersenyum dan menyelipkan amplop itu didalam kantong......tapi didalam kantong baju koko takmir masjid itu yang aku tidak tau lagi baju koko itu sebenarnya berwarna apa, putih enggak, kuning enggak, biru muda pun enggak, apalagi merah...enggak kalllllleeeee....
Padahal aku udah membayangkan, wah bakal dapat jatah nih buat tambahan beli baju lebaran....tapi setelah ayahku mengembalikan amplop itu kepada takmir masjid, beliau berbisik pelan kepadanya “sudah gak usah, simpan aja buat masjid, buat tambah-tambahn masjid ya”.....dan saat kami mau pulang, takmir masjid itu berpesan “Pak,kalo kami undang kapan-kapan untuk ceramah lagi dan makan ikan mau ya pak”, ayahku Cuma tersenyum aja dan bilang “Yoi, Jolly stroberry...”
Dalam perjalanan pulang kerumah, aku bertanya “kenapa amplopnya dikembalikan ayah!!!” dan beliau menjawab dengan santainya “Lu Gila apa Bro, lu gak gak liat, jamaahnya berapa tadi dalam masjid, gak dengar juga tadi, uang kas masjid mereka berapa sih, gak kerasa juga tuh masji dah goyang-goyang, kena ombak besar pasti roboh, mosok masih tega menerima uang itu, mungkin tadi dalam amplop itu berisi semua uang kas masjid mereka, secara jarang ada khotib yang ceramah disitu, biarlah uang itu berguna bagi mereka untuk membangun masjidnya, oke (sambil beliau menyelipkan sebuah haditz tentang jangan mengambil hak orang lain dan rezeki yang ada pada kita sekarang belum tentu punya kita semua
Hmmm “oke deh kakak, lanjuttttttt
Ahhhh...Ayahku...Ayahku......

To Be Continued......

7 komentar:

Anonim mengatakan...

Dal ...
Ini keren ...
sumpah ... aku serius ...
Ini keren ...

Salam saya ...

THE AFDHAL mengatakan...

Thank u very much for ur appreciation...

Anonim mengatakan...

Mas Bro...
Aseli, postingannya bagus banget!!
Btw, kenapa Ayah nangis? kok ndak diceritain?

Salam buat Ayahanda, bahagiankanlah mereka berdua Mas Bro

THE AFDHAL mengatakan...

For Glam :
Tenkyu....
ya intine ayah nangis, karena ingat Orang Tuanya...
THEY ALWAYS THE BEST

Anonim mengatakan...

ya ampun...
mangkasara....(sayang aku ngga bisa bhs sana)

Pinrang ya.. kayaknya opaku pernah bertugas di sana. But jangan tanya dia asalnya darimana detilnya. Dia lahir Makassar, bapakku juga. Anak putri raja yang dibuang krn menikah dengan orang Belanda.

anyway, aku enjoy cerita kamu.
apa pernah dengar joke orang Makassar dan Jawa waktu ada peresmian sebuah mesjid.
M :"Waaah mesjid ini besar sekali, tidak ada lawang na"
J: "Loh dari mana masuknya?"
M: "Dari pintunya tantu. Dongo!"

~~~~
aku teringat waktu baca :
(Ayah)memang kalo soal ibadah, gak ada lawannya deh.....

salam saja mi (mi ayam kali hihihi)
EM

Anonim mengatakan...

Ayah support bagian hukum, maksudnya apa Afdhal?
Opa saya bekerja di Pengadilan Negeri UP, sebagai hakim.

EM

THE AFDHAL mengatakan...

For Ikkyu..
Yup dibagian Hukum maksudnya beliau ditugaskan dikantor Pengadilan as a Panitera.

ohh ada darah Celebes juga ya...
wah..wah...

hehehe joke'nya bagus tuh, bisa jadi referensi baru..