Selasa, 16 Desember 2008

Ayah (2)

Ayah & Sepakbola
Dalam keluargaku hanya aku dan ayahku saja yang doyan dengan sepakbola. Beliau adalah seorang pemain bola tulen, awalnya dari kampungnya dulu, kemudian di. Makassar dan sampai dijayapura pun beliau terus bermain sepakbola. Beliau adalah kapten kesebelasan didepartemen kehakiman kota jayapura, saya pernah melihat di album foto-foto keluarga, ada foto semi hitam putih gitu deh, beliau menenteng bola dan memimpin kesebelasannya masuk ke stadion Mandala jayapura.
Awal mulanya Sepakbola dikenalkan kepada saya, adalah saat kecil dulu tiap siaran tunda Liga Jerman di TVRI minggu siang (dulu hanya siaran TVRI saja, dan kesempatan melihat pertandingan sepakbola hanya minggu siang dan hanya Liga Jerman), beliau selalu menemaniku nonton siaran ini, dan kadang-kadang kalau beliau tidak sempat, aku selalu “ditransfer” ke tetangga sebelah yang biasa kami panggil “opa”, opa ini adalah seorang pria keturunan Ambon-Belanda yang sangat doyan sepakbola, kalau aku sudah bersama opa menonton siaran ini, opa selalu bercerita tentang pemain bola, sistem pertandingan, suporter dll.
Ayahku juga sempat ingin memasukkanku dalam sekolah sepakbola, tapi karena tempatnya jauhhh dari rumah (dan sekolah sepakbola ini merupakan satu-satunya dikota jayapura) maka hal ini diurungkan. Mungkin juga ayahku takut karena teman bermain sepakbola nanti kebanyakan adalah anak-anak asli irian, tau sendiri kaki dan betis mereka segede batang pohon kelapa hihihihi.
Kami mempunyai kesebalasan favorit yang sama, yaitu kesebelasan sepakbola negara BELANDA. Kesamaan kami mulai saat Belanda menjadi juara Eropa 1988, secara kami berdua selalu update turnament ini, jadilah kami berdua menjadi Fans team orange Holland. Untuk Klub favorit awalnya kami sama, yaitu AC Milan, secara juga pada waktu itu AC Milan diperkuat Trio Belanda (Gullit, Basten n Rijkard), tapi semenjak trio belanda ini pensiun ayahku sudah tidak konsisten lagi hehehe, sementara aku tetap konsisten menjadi fans AC Milan. Ayah hanya tertarik dengan klub dimana pemain2 favorit dia bermain, seperti Thiery Henry (saat bermain di Arsenal ayahku sangat memuja Arsenal, saat dia bermain di Barcelona jadilah ayahku seorang fans Barca), Edgar Davids (saat Edgar Davids berbaju Juve, ayahku menjadi fans juventus (I Hate Juve ) saat Edgar Davids menjadi bagian AC Milan,hmm tau sendirilah, ayahku lagi-lagi menunjukkan inkonsistennya)
Saat mulai bermain bola (waktu SMA), ayahku sangat mendukung, jadi soal accesoris sepakbola seperti baju, celana dan tentunya sepatu bola, source budget’ku jelas banget dan lancar, tentunya ayah selalu mensupport aktivitasku hehehe, apalagi saat aku bergabung dengan sebuah klub sepakbola lokal (ya istilahe klub bola-bolaan gitu deh, spesialis Tarkam, tanding antar kampung, gak pernah ikut turnament..) beliau sangat mensupport dan tentunya support budget juga duonkkk.
Sebuah kejadian penting yang menimpa hidupku gara-gara sepakbola adalah, PATAH TANGAN. Dalam sebuah pertandingan, terjadi benturan body dengan pemain lawan yang lumayan gede, dan aku terbanting, tanpa sadar tangan kiriku kugunakan untuk menahan badanku yang terjatuh, dan apa yang terjadi tanganku patah. Teman2ku langsung membawaku ke rumah sakit terdekat (di.sleman), sampai UGD aku langsung menelepon ayahku, dan apa yang terjadi...suara ayahku ditelepon terdengar sangat-sangat kalut...dan aku sangat takut dan membayangkan pasti kena damprat ayahku nantinya, TAPI saat beliau masuk ruang UGD ketakutanku hilang, beliau menebarkan senyum manisnya, tanpa berkata apa-apa beliau memegang tanganku yang patah ini. Dan langsung menghubungi dokter rumah sakit tersebut untuk membawaku kerumah sakit dikota jogja. Sesampai dirumah sakit jogja, beliau tetap terlihat tenang, selalu berada disampingku saat tanganku di.Gips. Selang beberapa hari dengan senyumannya beliau menawarkan padaku untuk berobat traditional di sangkal puntung, dan beliau bela-belain cuti dari kantor untuk menemaniku datang ke dukun spesialis patah tangan ini. Karena beberapa bulan tanganku ini tidak ada perubahan, beliau dengan senyuman khasnya kembali menawarkan padaku untuk scan dirumah sakit dan bertemu dokter spesialis tulang, walaupun hasil scan dari dokter ini menyebutkan tanganku harus dioperasi untuk dipasang PEN besi, kalau tidak engsel tanganku tidak akan berfungsi alias diamputasi, beliau tetap tenang, dan dengan senyum khasnya langsung memutuskan hari itu juga aku harus opname dan besok menjalani operasi pemasangan 2 buah PEN emas putih ditulangku. Pasca operasi sampai terapy rutin dirumah sakit beliau pun selalu menemaninku dengan senyum khas’nya.
Aku tidak tahu mengapa beliau sangat tekun menemaniku menghadapi musibah patah tangan, mungkin karena Cuma saya didalam keluarga yang mewarisi bakat sepakbolanya (hehehe), Sumpah dengan ketenangan dan senyum khasnya itu yang membuatku tegar menghadapi sebuah kenyataan bahwa aku hampir cacat seumur hidup.
Ayahku...ayahku...
Miss ur smile......


Ayah & Tangisan
Seumur hidupku baru kali ini aku melihat beliau menangis tersedu-sedu.
Bulan juli lalu handphone’ku berdering, dan terdengar suara sendu dari mama’ku yang menyampaikan bahwa ayah masuk rumah sakit. Ada gangguan disyaraf otak dan telinganya.
Aku tidak sempat untuk menemani ayahku saat beliau berada hampir 2 minggu dirumah sakit, karena pekerjaan yang tidak dapat ditinggal. Saat mendapat ijin dari bos, aku langsung terbang dari balikpapan ke makassar, saat itu memang ayahku sudah keluar dari rumah sakit. Hatiku berdebar2 didalam taksi dari bandara hassanudin makassar menuju rumah. Sampai didepan rumah kulihat didalam rumah begitu banyak orang, samar-samar terlihat beberapa om, tante dan sepupuku didalam rumah. Saat itu ayahku baru 1 hari meninggalkan rumah sakit.
Saat masuk kerumah dan masih menenteng tas dan koper, kulihat ayahku berdiri dari kursinya dan dengan senyum manisnya menghampiriku. Jika bertemu Ayah, yang selalu kulakukan pertama kali adalah meraih tangannya untuk mencium tangannya, tapi kali ini saat kuraih tangannya, beliau tidak memperdulikan, beliau langsung memelukku, mendekapku dan menangis dipundakku....
Ahhh tangisan itu seperti anak kecil yang baru ketemu orang tuanya.....
Saat itu, jarum jam seakan berhenti dan bumi seakan enggan untuk mengelilingi orbitnya, seakan dunia ini hanya aku dan ayahku yang sedang pentas, semua mata family didalam rumah yang sebelumya asyik bercerita didalam rumah terpana menyaksikan tangisan ayah dipundakku..
“Ayah sakit Nak”.....”Ayahmu Sakit”......
“Ayah sakit”........
kata-kata itu disebut berulang-ulang dengan tangisan lirihnya dan hangatnya air mata ayahku yang jatuh perlahan dipundakku.
Aku tidak dapat berkata apa-apa...benar2 saat itu terasa semua yang ada dialam ini berhenti beraktivitas. Hanya aku dan ayahku yang sedang berkomunikasi dalam pelukan dan tangisan.
Saat itu aku tidak dapat berkata apa-apa hanya mengikuti dan mengimbangi pelukan beliau yang diiringi dengan kata-kata “ayah sakit..’” tanpa henti
Aku tidak mau memeluknya dengan erat, aku tidak mau membuat beliau tambah menangis, aku takut saat memeluk beliau dengan erat, air mata beliau semakin deras, aku Cuma mau menunjukkan secara chemistry bahwa “ya ayah aku tahu apa yang kau rasakan, menangislah dan keluarkan semuanya”
Dengan pelan-pelan kucoba melepaskan pelukkannya dan meraih tangannya dan menciumnya, setelah itu kuarahkan beliau untuk duduk dikursi.
Acara selanjutnya adalah ritualku saat pulang kerumah, yaitu duduk bersebelahan dan mendengarkan semua cerita-cerita yang keluar dari mulut ayah. YA inilah salah satu cara yang aku gunakan dan menurutku efektif untuk berkomunikasi dengan beliau, berada disampingnya dan mendengarkan apa saja topik yang beliau kemukakan.
Setelah puas bercerita, beliau pamit masuk kamar untuk tidur.....
Setelah beliau masuk kamar, NAHHHH rumahku langsung ramai lagi hehehe...apalagi mama’ku, langsung bersemangat menceritakan pengalaman mama menemani ayah selama 2 minggu dirumah sakit, belum lagi sepupu’ku yang menjadi “Security” tiap malam saat ayah dirumah sakit, maklum si-ayah nakal, masih begadan untuk nonton bola (Secara saat itu bersamaan sedang berlansungnya Piala Eropa), belum lagi tante-tante cerita bahwa dari pagi sampai sore, ayah meminta tante-tante untuk membersihkan kamar karena aku akan datang hari itu....ayahku-ayahku...
Walaupun Cuma 2 hari bersama ayah pasca keluar dari rumah sakit, tapi kulihat aura keceriaan diwajahnya yang sudah semakin keriput dan tua dimakan usia. Tapi tetep senyum khasnya tidak pernah lepas dari wajahnya.
Sebelum kembali ke balikpapan, aku berpesan pada ayah, jika merasa sudah agak kuat, siap-siap terbang ke balikpapan, tetepppp ayahku no comment, hanya membalas dengan senyum khasnya yang mengandung makna “cihuuyyyyyyyyyy”......


To be continued
again!!!

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Dal ...
Ah ... aku kaget dan aku terharu dal ... aku serius ini ...

Kaget karena peristiwa patah tangan yang musti di Pen itu ...

Terharu karena ... aku yakin Ayah sayang banget sama Adal ...

So ... Love your Dad Dal ...
Salam saya
NH18

Anonim mengatakan...

Dal...
ketika aku baca, terutama adegan kau memeluk ayahmu...
suer...sampai kebaca diulang-ulang lagi, karena saking merasakan suasana saat itu, suasana yang dalam sekali.
Tapi begitu turun ke paragraf berikutnya...
kontradiktif pren..
lhakok terus hingar bingar!!
dasar, bocah bal....
rupo ngasi koyo bal, hehe
Btw, sukses di posisi baru Pak Afdhal!!

Anonim mengatakan...

berbahagialah karena seorang ayah mau membuka diri dan memperlihatkan kelemahannya pada anaknya yang terpilih.

aku jadi ingat peristiwa yang sama 9 tahun yang lalu.Dia menangis tersedu-sedu dipelukan aku saja.

EM